DALAM Islam, tidak ada larangan kapan pasangan suami istri berkehendak lakukan hubungan, terkecuali sudah pasti beberapa waktu kondisi yang dilarang, contohnya istri tengah haid dan atau siang hari di bulan Ramadhan. Tetapi ternyata, ada pula waktu di mana hubungan akan jadi sangat baik bila dilakukan.
Pertama, waktu seorang suami membutuhkan. Kebutuhan suami bakal hubungan berbeda dengan istri. Menurut hadist, bila ada lelaki melihat wanita yang membuatnya terpikat, sebaiknya dia selekasnya mendatangi istrinya. Lantaran apa yang ada pada istrinya ada juga pada wanita itu. Ini menurut HR. Turmudzi 1158, Ibnu Hibban 5572, ad-Darimi dalam Sunannya 2261, dan yang lain.
“Jika si istri di panggil oleh suaminya karena butuh, jadi agar segera datang, meskipun dia tengah masak. ” (H. r. Tirmidzi, dan disebutkan hadis Hasan).
Kedua, saat sebelum Shubuh, di saat Dzuhur, dan setelah Isya. “Hai beberapa orang yang beriman, sebaiknya budak-budak (lelaki dan wanita) yang anda punyai, dan beberapa orang yang belum balig diantara anda, meminta izin pada anda tiga kali (dalam sehari) yaitu : sebelum shalat subuh, saat anda menanggalkan baju (luar) mu di waktu dzuhur dan setelah shalat Isya’. (Itulah) tiga saat aurat bagi anda. tidak ada dosa atasmu dan tak (juga) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu, ” (QS. An-Nur : 58).
Tafsir dari hadits ini adalah seperti berikut : “Dulu beberapa teman dekat radhiyallahu ‘anhum, mereka punya kebiasaan lakukan jalinan tubuh dengan istri mereka di tiga saat itu. Lalu mereka mandi dan pergi shalat. Lalu Allah perintahkan supaya mereka mendidik beberapa budak dan anak yang belum baligh, tidak untuk masuk ke kamar pribadi mereka di tiga saat itu, tanpa ada izin. (Tafsir Ibn Katsir, 6/83).
Ketiga, diakhir malam, sesudah Tahajud. “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidur dimuka malam, lalu bangun tahajud. Bila telah masuk waktu sahur, beliau shalat witir. Lalu kembali pada tempat tidur. Bila beliau ada hasrat, beliau mendatangi istrinya. Jika beliau mendengar adzan, beliau segera bangun. Bila dalam keadaan junub, beliau mandi besar. Bila tidak junub, beliau cuma berwudhu lalu keluar menuju shalat jamaah. (HR. an-Nasai 1680)
Mengakhirkan jalinan sampai akhir malam itu lebih baik. Lantaran dimuka malam terkadang fikiran orang itu penuh. Dan lakukan jima di waktu fikiran penuh, mungkin saja membahayakan dengan setuju beberapa pakar, lantaran mungkin saja dia tak dapat mandi, hingga dia tidur dalam keadaan junub, dan itu hukumnya makruh. (Mirqah al-Mashabih, 4/345). berbagai sumber/Islampos